Header Kanan

Menyoal Bom Bunuh Diri



Pada dekade terakhir ini bangsa Indonesia banyak dikejutkan oleh tragedi-tragedi tragis berupa ledakan bom di sana-sini, mulai dari ledakan “bom Bali” sampai ledakan di Hotel J.W. Marriott, Jakarta.  Belum lagi hilang dari benak kita akan tragisnya peristiwa tersebut, tiga ledakan di ibu kota kembali mengejutkan bumi pertiwi ini. Suara simpang siur, pro dan kontra berjejeran menyorot peristiwa tersebut. Tak mau kalah, dunia luar pun angkat suara membidikkan tuduhan “terorisme” ke arah kaum muslim secara totalitas, sehingga syari’at Islam yang suci ini pun menjadi sasaran utama tudingan-tudingan miring tersebut. Namun, yang tersisa dari kenyataan di atas adalah pertanyaan “Benarkah aksi bom bunuh diri berasal dari agama Islam?” dan “Bagaimana sebenarnya pandangan syari’at akan hal tersebut?”. Maka dengan memohon ma’unah dari Allah kita akan membahasnya pada edisi kali ini. Semoga bermanfaat.

Makna Jihad Syar’i
Jihad adalah sebuah ibadah nan sangat mulia lagi agung yang dengannya kalimat tauhid akan tegak serta akan menampakkan eksistensi agama Islam sebagai agama yang berasal dari Allah Yang Maha Agung. Sesungguhnya tiada seorang muslim pun yang tidak menginginkan mati syahid, gugur di medan pertempuran dalam menegakkan kalimat tauhid. Hanya, jihad seperti apa yang diinginkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasulullah-NYA (sholallahu ‘alaihi wassalam)? Apakah setiap pengrusakan tempat-tempat hiburan serta pembunuhan terhadap orang-orang kafir? Untuk menjawab pertanyaan itu perlu kita menilik kembali definisi jihad menurut Islam serta tujuan apakah yang dikehendaki Allah ketika mensyari’atkannya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahullah berkata “Makna jihad yang shohih (tepat) ialah mengerahkan (segenap) kekuatan untuk meraih apa yang Allah subhanahu wa ta’ala cintai berupa iman dan amal sholih serta menolak (setiap) apa yang Allah subhanahu wa ta’ala benci seperti kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan.” (ahkamul jihad ‘inda ibni taimiyyah : 67,  dikumpulkan oleh Hasan Abdurrohman).
Dari difinisi ini dapat kita simpulkan bahwasannya gerakan jihad harus tetap berada di bawah kontrol syar’i. Ikhlas dan mutaba’ah merupakan syarat asasi (utama –ed) yang harus mendasari pelaksanaan jihad karena ia merupakan satu bentuk ibada yang bertujuan untuk menegakkan panji-panji tauhid. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya :


Dan perangilah mereka (orang-orang kafir), sampai tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah... (QS. Al-Baqoroh[2] : 193)

Dalam sebuah hadits yang bersumber dari sahabat mulia Abdullah bin Umar rodhiallahu ‘anhu : Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassalam bersabda : “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada Illah (sesembahan) yang berhak disembah melainkan Allah dah Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan apabila mereka telah melakukannya, maka darah dan harta mereka aman, kecuali ada sebab yang mengharuskannya (untuk diperangi), dan hanya Allah yang akan menghisab mereka” (HR. Al-Bukhori: 50, Muslim: 22)

Batasan dan Syarat Jihad
Sesungguhnya hanya sekedar mengetahui makna dan tujuan ditegakkannya jihad belumlah cukup bagi kita untuk menenteng senjata dan menghujankan peluru ke segala penjuru. Akan tetapi, wajib bagi kita untuk tetap memperhatikan batasan serta syarat-syarat ketat (dhowabith) yang telah ditetapkan para ulama sebelum menegakkan syari’at yang mulia ini. Diantara dhowabith tersebut adalah :
1.      Ikhlas dan mutaba’ah (mengikuti sunnah Nabi sholallahu ‘alaihi wassalam) sebagaimana dalam ibadah-ibadah yang lainnnya.
2.      Harus berjalan selaras dengan maqoshid (tujuan-tujuan) disyari’atkannya jihad, seperti yang tertera dalam Surat al-Baqoroh[2] : 193; begitu pula dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhori dan Muslim, Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassalam bersabda “Barang siapa yang berperang untuk menegakkan kalimat Allah yang mulia maka ia telah berpijak di jalan Allah (HR. Al-Bukhori: 2810, Muslim : 1904)
3.      Dibangun di atas ilmu dan aqidah yang benar.
4.      Disertai dengan sifat rahmat, welas asih, dan lemah lembut, bukan semata-mata untuk menyakiti musuh dengan penuh kebengisan, serta hendaknya dibarengi dengan sifat adil. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-Baqoroh[2] : 190)

Dalam ayat lain Allah berfirman :
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa... (QS. Al-Maidah[5] : 8)

5.      Wajib bersama dan dengan izin pemerintahnya kaum muslimin, berdasarkan hadits yang bersumber dari sahabat Abu Huroiroh rodhiallahu ‘anhu dari Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassalam, beliau bersabda “Imam adalah tameng bagi yang berperang di belakangnya serta untuk menjaga diri dengannya” (HR. Al-Bukhori : 123, Muslim : 1512). Syaikhul Islam berkata “Urusan jihad (harus) diserahkan kepada imam, dan wajib bagi rakyat mentaati apa saja yang ia (imam) pandang baik” (al-Quthuful Jiyat : 30)
6.      Sesuai dengan kadar kemampuan kaum muslimin.
7.      Mempertimbangkan maslahat (dampak positif) dan mafsadat (dampak negatif)nya guna mewujudkan maqoshid syar’iyah yang ada.

Itulah diantara dhowabith jihad yang harus menjadi pegangan kita sebelum terjun dalam kancah pertempuran. Dengannya kita dapat mengukur apakah gerakan-gerakan “jihad” yang selama ini menjamur di berbagai belahan dunia merupakan jihad yang syar’i atau hanya sekedar aksi brutal berkedok jihad. Siapa saja yang tidak menjadikan batasan-batasan ini sebagai bekalnya di medan jihad, maka sungguh ia telah keliru memahami arti jihad yang sesungguhnya.

Hukum bom bunuh diri
Aksi bom bunuh diri merupakan sebuah fakta hitam yang telah banyak mengguncang dunia dan membuat was-was perasaan setiap orang. Gerakan ini juga merupakan aksi pintas (jalan pintas –ed) yang sekaligus menjadi siasat utama bagi sebagian saudara kita yang begitu merindukan ditegakkannya hukum Allah subhanahu wa ta’ala di muka bumi. Namun, perlu dipahami bahwa kita tidak bermaksud mengingkari cita-cita mereka yang mulia. Hanya, langkah yang mereka ambil telah berseberangan dengan syari’at, semisal membunuh diri sendiri, menumpahkan darah yang diharamkan Allah dan RasulNya, tidak taat kepada pemimpin, dan dampak negatif lain yang semuanya menunjukkan keharaman aksi ini.
1.      Membunuh diri sendiri
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

... dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa[4] : 29)

Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassalam bersabda : “Barang siapa membunuh dirinya di dunia dengan suatu benda maka pada hari kiamat dia akan disiksa dengan benda itu” (HR. Al-Bukhori : 6047)

2.      Menumpahkan darah yang diharamkan agama
Seperti darah kaum muslimin dan orang kafir yang mendapatkan jaminan keamanan dari kaum muslimin.
Sesungguhnya agama Islam adalah agama yang menjaga hak-hak dan kehormatan jiwa serta melarang segala bentuk kriminalitas. Allah Ta’ala berfirman
 
... dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar... (QS. Al-an’am[6] : 151)

Mengenai haramnya darah dan kehormatan kaum muslimin, Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassalam pernah bersabda ketika berada di Tanah Haram pada Hari Akbar : “Sesungguhnya darah dan harta kalian adalah haram atas kalian seperti keharaman hari ini, bulan ini, dan negeri ini sampai hari perjumpaan dengan Robb kalian” (HR. Muslim : 1218)
Adapun mengenai darah orang-orang kafir yang mendapatkan jaminan keamanan dari kaum muslimin seperti para duta besar, wisatawan, atau sebagai penduduk pada suatu negeri maka perhatikanlah sabda Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassalam ketika Ali bin Abi Tholib rodhiallahu ‘anhu hendak membunuh seorang kafir, maka seketika itu pula Ummu Hani rodhiallahu ‘anha memberikan jaminan keamanan kepadanya kemudian Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassalam mengatakan “Sungguh aku melindungi orang yang engkau lindungi wahai Ummu Hani’” (HR. Al-Bukhori : 3171, Muslim 336)

3.      Keluar dari ketaatan kepada pemerintah
Aksi bom bunuh diri yang ada sekarang ini rata-rata merupakan tindakan terhadap pemerintah yang seharusnya ditaati. Peristiwa-peristiwa kelabu tersebut hanya mengusik para tamu negara yang telah mendapatkan jaminan keamanan dari pemerintah, padahal Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
  
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu... (QS. An-Nisa[4] : 59)
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wassalam bersabda : “Wajib bagi setiap muslim untuk mendengar dan tat baik pada yang ia senangi maupun tidak, kecuali apabila ia diperintah untuk berbuat maksiat, maka tidak ada ketaatan dan tidak ada pula mendengar dalam kemaksiatan (kepada Allah Ta’ala)” (HR. Al-Bukhori: 2955, Muslim :1839)

Fatwa Ulama seputar “Bom Bunuh Diri”
Menanggapi insiden-insiden berdarah akibat ulah tangan kaum muslimin yang dikuasai oleh semangat berlebihan (dan sedikitnya ilmu –ed), para ulama telah banyak menyerukan keharaman aksi bom bunuh diri ini meski berlabel “siasat perang modern”. Di antara para ulama yang telah mengeluarkan fatwa keharaman aksi ini adalah Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Bani rahimahullah, Syaikh Abdul Aziz bin Abdulloh bin Baz rohimahulloh, Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rohimahulloh, dan ulama-ulama lainnya.
Saudaraku, itula seberkas dalil syar’i beriring tuntunan para ulama, kiranya dapat kita jadikan parameter untuk mengukur realitas pahit yang selama ini membungkam dunia. Kemudian ketahuilah wahai saudaraku, sesungguhnya sikap agresif sebagian saudara kita dalam membombardir lokasi-lokasi hiburan serta gedung-gedung kedutaan besar merupakan refleksi dari keruhnya aqidah mereka yang telah terkontaminasi oleh paham Khowarij. Kita memohon kepada Allah Ta’ala, semoga kita dijauhkan dari gelapnya aqidah khowarij yang sekarang telah banyak merebak di bumi persada. Wallahu a’lam.

Sumber : Buletin Al-Furqon (Tahun ke-4, Volume  6 No.2)

Posting Komentar

2 Komentar

  1. ya kak...
    saya juga gak setuju dg aksi2 bom bunuh diri itu...
    karena mereka melakukannya tanpa mempertimbangkan baik-buruknya...
    coba lihat bagaimana dampaknya terhadap Islam?
    bukannya menegakkan syari'at, malahan mencemarinya...

    BalasHapus
  2. yupz benar sekali. Kalau mau menegakkan syari'at harus menggunakan ilmu... Tidak seperti itu, berbekal semangat yang menggebu dan amal yg sdkit hingga menganggap jalan pintas (bunuh diri) adalah hal yg pantas bahkan dihalalkan.

    Ini tentu paham yang menyimpang, kalau mau berperang it harus secara terbuka dan yg diserang bkan org kafir yg diam dan dilindungi pemerintah muslim apa lg korbannya juga acak.

    BalasHapus

Silahkan meninggalkan komentar.
Kritik & Saran. Terimakasih atas kehadiran dan juga ukiran jejak Anda.